Kala Dewa Maut Menjemput Kekasih Kita (Persembahan Khusus bagi Kaum Kristiani yang Sedang Berduka Ditinggal Mati Seseorang )

Kematian, bagi tiap makhluk hidup adalah sesuatu yang mutlak sifatnya meski soal waktu dan cara dia mati tidak dapat disangkakan sebelumnya. Begitu pula manusia. Itu artinya kematian yang telah dialami oleh almarhum, juga yang telah dialami oleh ibu kandung saya dan yang juga nanti akan kita alami masing-masing adalah sesuatu yang lumrah sifatnya. Maka dari itu, sungguh naif dan konyol kalau kita menyesalkan kematian yang telah dialami oleh orang-orang tercinta kita. Memang, merasa kehilangan pasca kematian orang-orang tercinta kita adalah sesuatu yang manusiawi, tapi itu tidak boleh sampai membuat kita menyesalkan kematian yang telah mereka alami. Apalagi kita adalah pengikut Kristus yang telah bangkit.


Pengikut Kristus adalah orang yang tidak semestinya takut akan kematian. Karena apa? Karena, “Bagi orang yang percaya akan Kristus yang telah bangkit, hidup hanya dirubah, bukannya dilenyapkan oleh kematian”, demikian kata St. Paulus (bdk. 1Kor 15: 51-53). Tetapi, soalnya adalah mampukah kita orang-orang yang disapa Paulus dengan perkataannya itu menerima dengan baik sabda itu saat kita meratapi kepergian orang-orang tercinta kita? Rasa saya, sangat sulit bagi kita untuk dapat menerimanya andaikata kita belum memahami benar teologi yang terkandung dalam peristiwa kematian Yesus.


Bagi Penguasa Kegelapan, tampaknya Kuasa Ilahi yang ada dalam diri Yesus telah kalah saat Yesus merelakan diri-Nya wafat dengan cara paling memalukan dan lalu dimakamkan ke bumi. Tampaknya memang begitu apalagi respon alam saat itu juga menunjukkan kekalahan Tuhan dalam diri Yesus. Saat Dia menghembuskan nafas terakhir-Nya, alam menjadi gelap gulita padahal saat itu baru pukul 3 petang. Tetapi, benarkah Yesus kalah? Sebelum menjawab, mari kita simak lagi peristiwa kematian yang dialami Sophhan Sophian artis senior yang juga merupakan seorang politisi Senayan.


Sebelum merenggut nyawa Sophan Sophian, ruas jalan yang rusak berantakan pasca banjir pada bulan Januari hingga Februari 2008 yang mengantarai Ngawi dan Madiun sesungguhnya telah menelan korban jiwa sebanyak 40an orang sejak Januari. Tapi meski sudah 40an orang yang tewas dalam lakalantas di jalur maut itu, pemerintah dalam hal ini Dinas PU Ngawi dan Madiun sampai hari kematian Sophan, tetap bergeming, masa bodoh dengan kondisi jalan raya itu. Tetapi begitu nyawa seorang sepenting dan sepopuler Sophan yang harus melayang akibat kondisi jalan yang berlubang-lubang itu, keesokan harinya Dinas PU cekatan dan tangkas memperbaiki jalanan itu yang nota bene saat masih rusak juga dipakai pejabat Pemkab sehari-hari entah saat ke kantor pun saat sekadar nyantai bareng nyonyah ke luar kota. Fenomena ini mau tidak mau, suka atau tidak suka membuat kalangan wartawan menjuluki Sophan sebagai tumbal kepekaan pemerintah atas kondisi jalan raya. Istilah ini sedikit lebih terhormat dibandingkan dengan mengistilahkan Sophan sebagai korban pembunuhan tidak langsung oleh pemerintah yang lalai akan tugas dan tanggung jawabnya. Namun, apapun istilah yang Anda sukai, satu hal yang kita syukuri bersama: kondisi jalan Ngawi-Madiun pasca kepergian Sophan jadi baik dan layak pakai sebagai jalur utama transportasi poros Jawa Timur. Sekarang, orang jadi tidak takut lagi ataupun cemas saat melaju di atas jalanan Ngawi-Madiun. Berkat siapa? Berkat almarhum Sophan Sophian.


Kembali ke pertanyaan: kalahkah Yesus dengan kepergian-Nya ke alam baka setelah mengalami siksaan hebat dan penderaan tak terperi yang berpuncak pada penyaliban? Di mata musuh-Nya, kematian Yesus memang seolah pertanda Dia telah kalah. Kuasa kegelapan menang. Tapi tunggu dulu!


Lama sebelum Yesus wafat dan dimakamkan ke bumi, dunia orang mati diyakini sebagai dunia yang sungguh sangat kelam. Dunia ini ada di perut bumi. Saking kelamnya dunia itu, sampai-sampai seluruh bangsa manusia takut, gentar menghadapinya.


Tetapi ternyata Allah bersiasat jitu saat membiarkan diri-Nya ditawan Pengeran Kegelapan selama 3 hari di perut bumi. Masa 3 hari itu memang masa yang dikhususkan Tuhan agar Pangeran Kegelapan beserta seluruh antek-anteknya berpesta-pora dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. Dibiarkan-Nya itu agar mata bangsa manusia pun menyaksikan seperti apakah rupa dan sebesar apakah kekuatan yang dimiliki Raja Kerajaan Kegelapan, Penguasa Dunia Kelam yang sebelumnya sungguh menggentarkan bangsa manusia saat menghadapinya. Nanti saat tiba saatnya yakni pada hari yang ketiga keberadaan-Nya di Dunia Orang mati itu, Yesus bangkit jaya dan memancarkan kemilau sinar kemuliaan diri-Nya yang melebihi kecemerlangan matahari, yang membuat setiap sudut perut bumi yang dulunya kelam nan seram menggentarkan, tampak jelas terlihat mata manusia. Dan sejak saat itulah terkuak rahasia yang ada di Dunia Kelam itu. Ternyata, Dunia orang mati itu hanya segitu-gitu saja berkat wafat dan kebangkitan Yesus. Dunia Kegelapan bersama Pangerannya yang terkenal ganas itu ternyata tidak seperkasa seperti yang diyakini umat manusia sebelumnya. Maka jangan heran bila St. Paulus pun mengolok-oloknya, “Wahai maut, di manakah sengatmu?”


Menyimak penjelasan tadi, kita pun akhirnya dihantar kepada sebuah kesimpulan bahwa berkat jasa Yesus Kristus, kitapun dibuat tidak cemas dan gentar lagi saat berhadapan dengan kematian. Situasinya sama persis dengan situasi yang dialami oleh orang yang pernah melalui jalur Ngawi-Madiun sebelum dan sesudah kematian Sophan. Dulu kondisi jalan itu sungguh mencemaskan, sekarang mengemudi dalam keadaan mata tertidurpun terasa tetap saja nyaman. Begitulah, berhadapan dengan Dunia orang mati sebelum dan sesudah kematian Yesus sungguh jelas perbedaannya. Dahulu, nenek moyang kita takut akan kematian karena mereka tidak tahu seperti apakah rupanya dunia orang mati itu. Tetapi berkat Yesus Kristus, tidak ada lagi sesuatu yang patut menggentarkan manusia berhadapan dengan Dunia Orang Mati, Dunia yang dulu kelam tak terjangkau mata manusia.


Implikasi lebih lanjutnya, dengan nada sedikit bercanda, bolehlah saya mengemukakan sebuah analogi tentang ini. Sebelum turun-Nya Yesus ke Dunia orang mati, orang-orang yang masuk ke sana atau di mata dunia dilihat sebagai peristiwa kematian, tetap ada di sana karena tidak tahu jalan keluar dari sana sebab lorong masuk dan keluarnya diliputi kekelaman yang maha gelap. Namun, sejak turun-Nya Yesus ke sana lalu dengan kemilau sinar kemuliaan kebangkitan-Nya, orang-orang yang dulunya tertawan di sana bisa melihat pintu keluar menuju ke dunia yang tak mengenal gelap lagi yaitu dunianya para malaikat dan para kudus bersama Allah Bapa. Demikian pun, orang yang meninggal dunia setelah wafat dan kebangkitan Yesus meski harus melewati tahap memasuki dunia orang mati tetapi jalan menuju ke dan keluar dari sana terpampang jelas berkat kemilau kebangkitan Sang Putera. Tetapi tentu saja tidak setiap orang dapat menikmati anugerah sebesar itu. Yang dapat menerima itu hanyalah mereka yang telah dengan sadar dan tanpa paksaan mau mengikuti apa yang diajarkan Yesus. Dan sebelum sampai ke situ pastilah terlebih dahulu mengakui Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Kesungguhan pengakuan kita akan Kebenaran Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup terlaksana dalam kesediaan kita menerima baptisan. Tanpa itu, pengakuan kita akan Kebenaran mengenai Yesus Kristus hanyalah sebuah bualan belaka alias sebuah kemunafikan demi kenyamanan situasional.


Demikianlah, hendaknya kita selalu ingat bahwa melalui Gereja-Nya Yesus mengajarkan bahwa ada 3 komunitas Gereja yakni Gereja Peziarah yakni kita yang masih mengembara di atas dunia ini, Gereja Penantian yakni mereka yang berada di Dunia Orang Mati dan Gereja Eskatologis atau Gereja Masa Depan yang tidak mengenal kesudahan masanya. Kita Gereja Peziarah, untuk dapat sampai ke Gereja Eskatologis harus melewati dulu masa berada di Gereja Penantian. Soal berapa lama kita ada di sana, itu melulu urusan kemurahan Tuhan. Tetapi pasti bahwa kita semua nanti akan sampai juga di Gereja Eskatologis, cepat atau lambat berkat baptisan yang kita terima. Sebab ikatan baptisan membuat kita disatukan dengan Kristus yang telah bangkit jaya dari dunia orang mati dan membawa kita ke hadapan Bapa-Nya. Jadi? Siapapun, yang penting telah dibaptis akan sampai juga nantinya di Gereja Eskatologis. Itu artinya kita yang sekarang hadir di sini akan bertemu lagi nanti di sana. Demikian pula almarhum yang sudah “berangkat duluan” pasti akan kita temui juga nantinya di komunitas Gereja Eskatologis.


Maka, masih adakah alasan bagi kita untuk larut dalam kesedihan saat orang-orang tercinta kita pergi meninggalkan kita? Apakah masih pantas kita sesali kematian yang dialami oleh orang-orang tercinta kita itu? Setelah menyimak penjelasan tadi, mestinya kita ramai-ramai menjawab: TIDAK!!!!!


Amin.

Comments

  1. haduh...
    mrinding aq bcanya...

    ReplyDelete
  2. Tulisan reflesif yang sangat inspiratif dan mengesankan. Terima kasih untuk santapan malamnya sebelum istirahat... Emil

    ReplyDelete

Post a Comment

Anda memiliki kritik, saran atau masukan demi penyempurnaan blog ini? Mohon tinggalkan di sini ya Samawi....

Best Regard


_________________________buminanmanusiawi______________________

Popular posts from this blog

Maria, Si Eva Baru di Era Baru

Materi Pendukung Katekumenat

Kupu-kupu yang Lucu, Berita Apa yang Kau Bawa?