Berbagi, Seni Menikmati Anugerah Tuhan

Seringkali kesediaan untuk berbagi dengan sesama begitu berat kita lakukan. Bahkan, tak jarang kita secara tegas menyatakan penolakan saat ada yang memohon bantuan. Namun, sadarkah kita bahwa justru di saat kita menolak berbagi, serentak di saat itu juga kita menolak sebuah pemberian. Bagaimana bisa?

Hmmm....., jujur, saya sebetulnya juga sering tergoda untuk menolak berbagi. Sering pula di antaranya saya benar-benar menolak dengan tegas. Terutama saat benakku diliputi keraguan bahwa entahkah orang yang memohon bantuan benar-benar membutuhkan ataukah sebenarnya sedang berakting doang alias memanfaatkanku? Maka saat saya menerbitkan tulisan ini, dimohon kiranya untuk tidak lekas menilai saya sebagai sosok yang benar-benar sudah jadi dermawan sejati.

Anda mungkin langsung kecewa dengan pernyataan di atas dan lantas melontarkan sebuah keberatan, "Lho, kamu sendiri aja belum maksimal dalam berbagi, bisa-bisanya berani mengajak saya untuk rajin-rajin berbagi!" Anda tidak salah dalam melontarkan keberatan itu. Namun, jika Anda termasuk orang yang menghayati kehidupan sebagai sesuatu yang manusiawi, tentu Anda tidak keberatan jika saya ubah kalimat ini: "Laksanakan dulu apa yang kamu khotbahkan baru boleh berani mengajari saya" menjadi: "Khotbahkanlah apa yang Anda hidupi!"

Maka, berikut ini saya akan jelaskan soal hikmah berbagi. Sebab kesediaan berbagi sudah saya hidupi dan hayati walau kadang masih ternoda oleh ketidaktulusan dan kecurigaan. Namun, jika dibandingkan dengan fase hidup saya sebelum saya menemukan hikmah dari berbagi, setidaknya saya sudah selangkah lebih maju. KARENA ITU, PERKENANKAN SAYA UNTUK BERBAGI.

Baiklah, Bro n Sist sekalian, Anda tentu mulai bosan membaca postingan ini sebelum sempat menemukan hikmah dari kesediaan berbagi, maka  berikut saya segera tunjukkan. Sebagaimana yang kita pahami, berbagi adalah memberikan sebagian dari keseluruhan. Jadi misalnya berbagi tempat berarti sebagian dari tempat yang kita pakai diberikan kepada yang lain untuk ditempati. Demikian pula berbagi makanan, berbagi hidup, dllsb.

Di sisi lain, Anda tentu tidak akan membantah kebenaran yang diakui dalam agama-agama kita masing masing bahwa Tuhan itu tak pernah berhenti memberi berkat dan rahmat-Nya kepada kita ciptaan-Nya. Cinta-Nya yang sedemikian besar kepada kita membuat Dia membiarkan rahmat dan berkat-Nya terus mengalir bagai air yang keluar dari sumbernya lalu berkelok-kelok menyusuri kontur tanah agar bisa sampai ke laut untuk seterusnya akan kembali muncul di sumbernya mengikuti siklus hidrologi di alam ini.

Lihat! Matahari itu merata bagi kita semua, baik orang baik-baik maupun orang jahat. Hujan juga tercurahkan dari langit tidak untuk orang-orang tertentu saja. Itu semua adalah  contoh-contoh konkrit kemurahan hati Allah kepada kita.

Kita juga percaya bahwa Allah itu sungguh maha akan segala-galanya. Tentunya Dia sangat kaya-raya. Karena itu, rahmat dan kasih-Nya kepada kita bisa saja berwujud benda tapi juga bisa tak kasat mata. Maka, sesungguhnya kita semua, baik orang jahat maupun orang baik pasti setiap saat dikaruniai Tuhan dengan berkat dan rahmat-Nya. Sayangnya hanya segelintir orang saja yang sadar akan hal ini. Karena itu tak banyak orang pula yang tekun melantunkan puji syukur ke hadirat Tuhan atas karunia-karunia yang dia terima dari-Nya. (Semoga setelah membaca ini, Anda diingatkan akan kebenaran ini).

Namun, akankah KARUNIA DAN BERKAT TUHAN YANG SELALU DI SETIAP SAAT ITU bisa benar-benar kita terima sebagaimana Tuhan harapkan? Di sinilah pokok soalnya.

Bagi orang yang tekun berbagi, sesungguhnya entah sadar atau tidak, dia telah menyediakan tempat di dalam dirinya bagi pemberian Tuhan berikutnya. Perhatikan saja tangan Anda saat erat menggenggam sesuatu. Jika di saat Anda menggenggam dengan erat sesuatu di tangan Anda, Anda tentu susah atau bahkan tidak dapat menerima pemberian dari seseorang di dekat Anda. Jadi, rajin-rajinlah berbagi agar berkat dan karunia Tuhan senantiasa mengalir untuk hidup Anda. Karena dengan berbagi, kita memberi ruang bagi kedatangan berkat dan rahmat Tuhan berikutnya. Sampai di sini, Anda setuju 'kan jika saya katakan bahwa BERBAGI ITU TIDAK LAIN DARI SENI MENIKMATI ANUGERAH TUHAN? Semoga bermanfaat.

Comments

  1. "Namun, jika Anda termasuk orang yang menghayati kehidupan sebagai sesuatu yang manusiawi, tentu Anda tidak keberatan jika saya ubah kalimat ini: "Laksanakan dulu apa yang kamu khotbahkan baru boleh berani mengajari saya" menjadi: "Khotbahkanlah apa yang Anda hidupi!" "

    Aku suka kata-kata ini. Makasih udah kasih motivasi n semangat buat aq utk semakin menghargai kehidupan. Keep posting Bro. GBU

    ReplyDelete
  2. keren kak Aven.... akhirnya dah bisa y????^^ bgs...

    ReplyDelete

Post a Comment

Anda memiliki kritik, saran atau masukan demi penyempurnaan blog ini? Mohon tinggalkan di sini ya Samawi....

Best Regard


_________________________buminanmanusiawi______________________

Popular posts from this blog

Maria, Si Eva Baru di Era Baru

Materi Pendukung Katekumenat

Kupu-kupu yang Lucu, Berita Apa yang Kau Bawa?